Permasalahan
remaja adalah problem yang banyak mendapat perhatian dari berbagai
pihak. Beberapa sarjana telah ikut ambil bagian di dalam memikirkan
masalah kenakalan remaja. Psikolog, sosiolog, ahli hukum, pendidik,
ahli-ahli agama bahkan ekonom sekalipun, ikut serta dalam perbincangan
itu. Istilah kenakalan remaja merupakan penggunaan lain dari istilah
terjemahan “juvenile delinduency”. Menurut Drs. B. Simanjutak, SH.
Pengertian “juvenile delinduency” ialah suatu perbuatan apabila
perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada
dalam masyarakat di mana dia hidup. Suatu perbuatan yang anti sosial
dimana di dalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif. Sedangkan Drs.
Bimo Walgito merumuskan dari “juvenile delinduency” yakni tiap perbuatan
yang bila dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan
kejahatan. Jadi perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak,
khususnya anak remaja.
Masalah-masalah kenakalan
anak-anak atau remaja di Indonesia adalah masalah “cross boys” dan
“cross girls” yang merupakan sebutan bagi anak-anak muda yang tergantung
dalam satu ikatan/organisasi formil atau semi formil dan yang mempunyai
tingkah laku yang kurang.tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya.
Kenakalan tersebut meliputi pencurian, perampokan, pencopetan,
penganiayaan, pelanggaran susila, penggunaan obat-obat perangsang dan
mengenderai mobil atau motor tanpa mengindahkan norma-norma lalu lintas.
Kenakalan anak
laki-laki dan anak perempuan juga memillki corak yang berbeda. Walaupun
pada hakikatnya mengganggu ketentraman masyarakat juga. Pelanggaran yang
sering dilakukan oleh anak perempuan kebanyakan pelanggaran-pelanggaran
seksual, sedangkan anak laki-laki kebanyakan pencurian, pengedoran dan
pelanggaran-pelanggaran kekerasan, bahkan tidak jarang remaja juga
melakukan kejahatan seperti penipuan, penggelapan, gelandangan,
pengrusakan, dan pemerasan.
Di zaman modern seperti sekarang
ini, pengertuan kenakalan remaja berkembang lebih luas lagi, yaitu
meliputi pengertian yuridis, sosiologi, moral dan susila. Ini berarti
perbuatan-perbuatan tersebut menyalahi undang-undang yang belaku sebagai
hukum positif, melawan kehendak masyarakat, tidak mengindahkan
nilai-nilai moral dan anti susila. Akibatnya perbuatan-perbuatan anak tersebut sering menimbulkan keresahan di dalam keluarga, sekolah serta masyarakat juga sekalipun.
Kenakalan atau kesesatan yang dilakukan oleh remaja biasanya ada dua bentuk. Pertama, “habit disturbance”
ialah gangguan kebiasaan atau kekeliruan kebiasaan yang merupakan
perbuatan-perbuatan yang tidak merugikan orang lain, tetapi perbuatan
itu tidak sepantasnya dilakukan oleh pemuda, misalnya mengisap-isap
jari, menggigit kuku, dan lain-lain. Yang kedua, “conduct disorder”
yaitu gangguan-gangguan dalam tindakan sehari-hari. Perbuatan-perbuatan
yang dilakukan oleh remaja dapat merugikan dirinya sendiri dan
masyarakat. Misalnya murid-murid suka bolos sekolah, anak suka berdusta,
baik terhadap orang tuanya maupun orang lain, melakukan pemerkosaan,
menipu, berkelahi dengan teman-teman sebaya dan perbuatan lain yang
bersifat merusak keindahan serta kelestarian lingkungan.
Mengenai batasan
umur pemuda atau remaja, Prof. Dr. E. J. Monks dan kawan-kawannya dalam
buku-buku Angelsaksis mengungkapkan bahwa “pemuda memperoleh arti yang
baru yaitu suatu masa peralihan antara masa remaja dan masa dewasa. Dia
juga memisahkan antara adolesensi (12-18 tahun) dan masa pemuda (19-24
tahun). Apa itu adolensensi ya? Adolensensi adalah masa yang dipandang
sebagai suatu tahap perkembangan dimulai pada masa datangnya pubertas
dan diakhiri pada masa datangnya kedewasaan. Istilah pubertas ini
sendiri banyak dihubungkan dengan dimulainya para pemuda menunjukkan
tahap kematangan biologis atau seksual, seperti timbulnya tanda-tanda
seksual sekunder serta mulai tertarik kepada lawan jenis, seperti
disinyalir oleh ibu Emi Yoesvita pada POTRET edisi 38, beliau mengatakan
bahwa pada masa pubertas ini remaja mulai tertarik dengan lawan
jenisnya dan mulai serius menjalin hubungan dengan pasangannya atau
dengan istilah lain yaitu pacaran.
Dalam masa
remaja awal, seorang anak bukan hanya mengalami ketidak stabilan
perasaan dan emosi, dalam masa dan waktu yang bersamaan mereka mengalami
masa kritis. Dalam masa kritis ini seorang anak berhadapan dengan
persoalan apakah dirinya mampu memecahkan masalahnya sendiri atau tidak.
Jika mampu memecahkan dengan baik, maka akan mampu pula untuk
menghadapi masalah selanjutnya, hingga dewasa. Jika dirinya tidak mampu
memecahkan masalahnya dalam masa ini, maka ia akan menjadi orang dewasa
yang senantiasa menggantungkan diri kepada orang lain.
Pertanyaan kita,
kalau remaja sudah ada “subjek model” yang dikagumi, mengapa selalu ada
ketimpanga dalam hidupnya? Jawabannya, belum tentu yang menjadi subjek
model remaja itu sendiri orang yang baik-baik. Boleh jadi yang menjadi
idolanya juga berprilaku menyimpang. Di samping itu, ada motif lain
seperti keadaan keluarga. Seluk beluk kehidupan keluarga memiliki
pengaruh yang paling mendasar dalam perkembangan anak. Kondisi tersebut
dapat terjadi karena kelahiran anak di luar perkawinan, yang sah menurut
hukum dan agama, keluarga yang broken home dan quasi broken home atau
broken home semu. Juga dapat terjadi karena keadaan ekonomi keluarga,
terutama menyangkut keluarga miskin. Fenomena ini sering terjadi pada
keluarga kelas bawah, yang hanya dapat membiayai hidup dalam batas
minim, menuntut kepala keluarga harus bekerja keras, bahkan seluruh
anggota keluarga harus kerja untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi
keluarga seperti ini memilki konsekuensi lebih lanjut, seperti anak
menjadi terlantar, biaya sekolah anak tidak tercukupi dan lain-lain,
sehingga dalam kondisi ini dapat mendorong anak menjadi delinquency.
Jika di kaji
lebih lanjut tentang peran keluarga terhadap kenakalan anak-anak maka
salah satu penyebab paling menonjol adalah kurangnya didikan agama di
dalam keluarga. Yang di maksud dengan didikan agama bukanlah pelajaran
agama yang diberikan di seokolah saja. Akan tetapi yang terpenting
adalah penanaman jiwa agama yang dimulai dari rumah tangga, sejak sianak
masih kecil, dengan jalan membiasakan anak-anak kepada kebiasaan yang
baik.
Pembinaan anak di dalam keluarga dapat dibentuk dengan memberikan
contoh-contoh yang baik-baik sejak sianak lahir. Apabila kepribadiannya
dipenuhi oleh nilai-nilai agama, maka akan terhindarlah dia dari
kelakuan-kelakuan yang tidak baik. Cara ini memerlukan ketekunan dan
kontrol yang penuh dari orang tua, juga menuntut tanggung jawab vertikal
maupun horizontal.
Ajang pendidikan
kedua bagi anak-anak setelah keluarga adalah sekolah. Bagi bangsa kita
masa remaja merupakan masa pembinaan, pengembangan dan pendidikan di
sekolah terutama masa-masa permulaan. Selama masa pembinaan,
pengembangan dan pendidikan di sekolah, biasanya terjadi interkasi
antara sesama anak remaja dan antara anak remaja dengan pendidik. Proses
interaksi tersebut tidak hanya memberikan efek yang positif. Tetapi
juga membawa akibat lain yang memberi dorongan bagi anak remaja sekolah
untuk menjadi delinkwensi. Banyak indikasi yang membuktikan bahwa hanya
sebagian anak saja yang benar-benar berwatak saleh dan baik, sedangkan
sebagian lainnya ada yang menghisap ganja dan lain-lain. Hal ini akan
mudah sekali ditiru atau diterima oleh teman-temannya di sekolah.
Pengaruh negatif lainnya juga dapat bersumber dari guru itu sendiri
sehingga seorang anak itu jadi delinquency. Misalnya kesulitan ekonomi
yang dialami pendidik dapat mempengaruhi perhatian terhadap anak didik.
Pendidik sering tidak masuk sekolah sehingga anak didik terlantar.
Perlakuan guru yang mencerminkan sikap ketidak-adilan antara satu anak
dengana anak yang lain dan sebagainya.
Keadaan masyarakat dan lingkungan dalam berbagai bentuknya
akan berpengaruh, baik langsung maupun tidak terhadap anak-anak remaja.
Perubahan-perubahan masyarakat yang berlangsung secara cepat dan
ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang menegangkan, seperti persaingan
di bidang perekonomian, pengangguran, keaneka ragaman mass media,
fasilitas rekreasi yang bervariasi. Pada garis besarnya memiliki koreksi
relevan dengan adanya kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan
remaja. Masalah keadaan ekonomi pada dasarnya berkaitan erat dengan
timbulnya kejahatan. Kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa
manusia sebab adanya perbedaan yang sangat menyolok sehingga akan
mempengaruhi kestabilan mental manusia di dalam hidupnya, termasuk
perkembangan mental anak-anak remaja. Tidak jarang remaja yang memiliki
perasaan rendah diri sehingga terdorong untuk melakukan kejahatan
terhadap hak milik orang lain seperti mencuri, menipu, merusak dan
lain-lain. Hasil dari kejahatan tersebut biasanya digunakan untuk
menunjang terpenuhinya sebagian kebutuhan hidup sekedar
untuk mengejar kesamaan tingkat kehidupannya sendiri dengan kehidupan
orang lain atau kawan sepermaianannya. Tidak sedikit hasil kejahatan
itu, hanya untuk berfoya-foya saja.
Kenakalan remaja
juga dapat muncul karena pengaruh media. Anak remaja sering mengisi
waktu kosongnya dengan membaca bacaan-bacaan yang tidak baik seperti
novel-novel yang berbau cabul, dan komik-komik porno, maka hal ini
sangat berbahaya sebab akan mengancam perkembangan jiwa anak dan
mendorong mereka ke arah negatif dan menghalang mereka untuk beramal
saleh. Sangat disayangkan bukan?
Pada dasarnya
kesesatan dan kejahatan yang dilakukan oleh remaja menjadi tanggungjawab
semua anggota kelompok di masyarakat, karena penanganannya membuthkan
peran aktif dari masing-masing individu di dalam masyarakat. Nah,
sebagai generasi penerus, adik-adik yang masih punya sejuta impian,
gunakanlah momentum dan peluang yang masih panjang ini untuk meraih
cita-cita dan kesuksesan hari esokmu.
http://www.ccde.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=361:kenakalan-remaja-yang-galau&catid=3:bingkai&Itemid=4