Jumat, 09 Maret 2012





Permasalahan remaja adalah problem yang banyak mendapat perhatian dari berbagai pihak. Beberapa sarjana telah ikut ambil bagian di dalam memikirkan masalah kenakalan remaja. Psikolog, sosiolog, ahli hukum, pendidik, ahli-ahli agama bahkan ekonom sekalipun, ikut serta dalam perbincangan itu. Istilah kenakalan remaja merupakan penggunaan lain dari istilah terjemahan “juvenile delinduency”. Menurut Drs. B. Simanjutak, SH. Pengertian “juvenile delinduency” ialah suatu perbuatan apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat di mana dia hidup. Suatu perbuatan yang anti sosial dimana di dalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif. Sedangkan Drs. Bimo Walgito merumuskan dari “juvenile delinduency” yakni tiap perbuatan yang bila dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan. Jadi perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja. 

Masalah-masalah kenakalan anak-anak atau remaja di Indonesia adalah masalah “cross boys” dan “cross girls” yang merupakan sebutan bagi anak-anak muda yang tergantung dalam satu ikatan/organisasi formil atau semi formil dan yang mempunyai tingkah laku yang kurang.tidak disukai oleh masyarakat pada umumnya. Kenakalan tersebut meliputi pencurian, perampokan, pencopetan, penganiayaan, pelanggaran susila, penggunaan obat-obat perangsang dan mengenderai mobil atau motor tanpa mengindahkan norma-norma lalu lintas.

Kenakalan anak laki-laki dan anak perempuan juga memillki corak yang berbeda. Walaupun pada hakikatnya mengganggu ketentraman masyarakat juga. Pelanggaran yang sering dilakukan oleh anak perempuan kebanyakan pelanggaran-pelanggaran seksual, sedangkan anak laki-laki kebanyakan pencurian, pengedoran dan pelanggaran-pelanggaran kekerasan, bahkan tidak jarang remaja juga melakukan kejahatan seperti penipuan, penggelapan, gelandangan, pengrusakan, dan pemerasan.

Di zaman modern seperti sekarang ini, pengertuan kenakalan remaja berkembang lebih luas lagi, yaitu meliputi pengertian yuridis, sosiologi, moral dan susila. Ini berarti perbuatan-perbuatan tersebut menyalahi undang-undang yang belaku sebagai hukum positif, melawan kehendak masyarakat, tidak mengindahkan nilai-nilai moral dan anti susila. Akibatnya perbuatan-perbuatan anak tersebut sering menimbulkan keresahan di dalam keluarga, sekolah serta masyarakat juga sekalipun.
Kenakalan atau kesesatan yang dilakukan oleh remaja biasanya ada dua bentuk. Pertama, “habit disturbance” ialah gangguan kebiasaan atau kekeliruan kebiasaan yang merupakan perbuatan-perbuatan yang tidak merugikan orang lain, tetapi perbuatan itu tidak sepantasnya dilakukan oleh pemuda, misalnya mengisap-isap jari, menggigit kuku, dan lain-lain. Yang kedua, “conduct disorder” yaitu gangguan-gangguan dalam tindakan sehari-hari. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh remaja dapat merugikan dirinya sendiri dan masyarakat. Misalnya murid-murid suka bolos sekolah, anak suka berdusta, baik terhadap orang tuanya maupun orang lain, melakukan pemerkosaan, menipu, berkelahi dengan teman-teman sebaya dan perbuatan lain yang bersifat merusak keindahan serta kelestarian lingkungan.

Mengenai batasan umur pemuda atau remaja, Prof. Dr. E. J. Monks dan kawan-kawannya dalam buku-buku Angelsaksis mengungkapkan bahwa “pemuda memperoleh arti yang baru yaitu suatu masa peralihan antara masa remaja dan masa dewasa. Dia juga memisahkan antara adolesensi (12-18 tahun) dan masa pemuda (19-24 tahun). Apa itu adolensensi ya? Adolensensi adalah masa yang dipandang sebagai suatu tahap perkembangan dimulai pada masa datangnya pubertas dan diakhiri pada masa datangnya kedewasaan. Istilah pubertas ini sendiri banyak dihubungkan dengan dimulainya para pemuda menunjukkan tahap kematangan biologis atau seksual, seperti timbulnya tanda-tanda seksual sekunder serta mulai tertarik kepada lawan jenis, seperti disinyalir oleh ibu Emi Yoesvita pada POTRET edisi 38, beliau mengatakan bahwa pada masa pubertas ini remaja mulai tertarik dengan lawan jenisnya dan mulai serius menjalin hubungan dengan pasangannya atau dengan istilah lain yaitu pacaran.


Dalam masa remaja awal, seorang anak bukan hanya mengalami ketidak stabilan perasaan dan emosi, dalam masa dan waktu yang bersamaan mereka mengalami masa kritis. Dalam masa kritis ini seorang anak berhadapan dengan persoalan apakah dirinya mampu memecahkan masalahnya sendiri atau tidak. Jika mampu memecahkan dengan baik, maka akan mampu pula untuk menghadapi masalah selanjutnya, hingga dewasa. Jika dirinya tidak mampu memecahkan masalahnya dalam masa ini, maka ia akan menjadi orang dewasa yang senantiasa menggantungkan diri kepada orang lain.

Pertanyaan kita, kalau remaja sudah ada “subjek model” yang dikagumi, mengapa selalu ada ketimpanga dalam hidupnya? Jawabannya, belum tentu yang menjadi subjek model remaja itu sendiri orang yang baik-baik. Boleh jadi yang menjadi idolanya juga berprilaku menyimpang. Di samping itu, ada motif lain seperti keadaan keluarga. Seluk beluk kehidupan keluarga memiliki pengaruh yang paling mendasar dalam perkembangan anak. Kondisi tersebut dapat terjadi karena kelahiran anak di luar perkawinan, yang sah menurut hukum dan agama, keluarga yang broken home dan quasi broken home atau broken home semu. Juga dapat terjadi karena keadaan ekonomi keluarga, terutama menyangkut keluarga miskin. Fenomena ini sering terjadi pada keluarga kelas bawah, yang hanya dapat membiayai hidup dalam batas minim, menuntut kepala keluarga harus bekerja keras, bahkan seluruh anggota keluarga harus kerja untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi keluarga seperti ini memilki konsekuensi lebih lanjut, seperti anak menjadi terlantar, biaya sekolah anak tidak tercukupi dan lain-lain, sehingga dalam kondisi ini dapat mendorong anak menjadi delinquency.

Jika di kaji lebih lanjut tentang peran keluarga terhadap kenakalan anak-anak maka salah satu penyebab paling menonjol adalah kurangnya didikan agama di dalam keluarga. Yang di maksud dengan didikan agama bukanlah pelajaran agama yang diberikan di seokolah saja. Akan tetapi yang terpenting adalah penanaman jiwa agama yang dimulai dari rumah tangga, sejak sianak masih kecil, dengan jalan membiasakan anak-anak kepada kebiasaan yang baik.

Pembinaan anak di dalam keluarga dapat dibentuk dengan memberikan contoh-contoh yang baik-baik sejak sianak lahir. Apabila kepribadiannya dipenuhi oleh nilai-nilai agama, maka akan terhindarlah dia dari kelakuan-kelakuan yang tidak baik. Cara ini memerlukan ketekunan dan kontrol yang penuh dari orang tua, juga menuntut tanggung jawab vertikal maupun horizontal.

Ajang pendidikan kedua bagi anak-anak setelah keluarga adalah sekolah. Bagi bangsa kita masa remaja merupakan masa pembinaan, pengembangan dan pendidikan di sekolah terutama masa-masa permulaan. Selama masa pembinaan, pengembangan dan pendidikan di sekolah, biasanya terjadi interkasi antara sesama anak remaja dan antara anak remaja dengan pendidik. Proses interaksi tersebut tidak hanya memberikan efek yang positif. Tetapi juga membawa akibat lain yang memberi dorongan bagi anak remaja sekolah untuk menjadi delinkwensi. Banyak indikasi yang membuktikan bahwa hanya sebagian anak saja yang benar-benar berwatak saleh dan baik, sedangkan sebagian lainnya ada yang menghisap ganja dan lain-lain. Hal ini akan mudah sekali ditiru atau diterima oleh teman-temannya di sekolah. Pengaruh negatif lainnya juga dapat bersumber dari guru itu sendiri sehingga seorang anak itu jadi delinquency. Misalnya kesulitan ekonomi yang dialami pendidik dapat mempengaruhi perhatian terhadap anak didik. Pendidik sering tidak masuk sekolah sehingga anak didik terlantar. Perlakuan guru yang mencerminkan sikap ketidak-adilan antara satu anak dengana anak yang lain dan sebagainya.


Keadaan masyarakat dan lingkungan dalam berbagai bentuknya akan berpengaruh, baik langsung maupun tidak terhadap anak-anak remaja. Perubahan-perubahan masyarakat yang berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang menegangkan, seperti persaingan di bidang perekonomian, pengangguran, keaneka ragaman mass media, fasilitas rekreasi yang bervariasi. Pada garis besarnya memiliki koreksi relevan dengan adanya kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan remaja. Masalah keadaan ekonomi pada dasarnya berkaitan erat dengan timbulnya kejahatan. Kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia sebab adanya perbedaan yang sangat menyolok sehingga akan mempengaruhi kestabilan mental manusia di dalam hidupnya, termasuk perkembangan mental anak-anak remaja. Tidak jarang remaja yang memiliki perasaan rendah diri sehingga terdorong untuk melakukan kejahatan terhadap hak milik orang lain seperti mencuri, menipu, merusak dan lain-lain. Hasil dari kejahatan tersebut biasanya digunakan untuk menunjang terpenuhinya sebagian kebutuhan hidup sekedar untuk mengejar kesamaan tingkat kehidupannya sendiri dengan kehidupan orang lain atau kawan sepermaianannya. Tidak sedikit hasil kejahatan itu, hanya untuk berfoya-foya saja.

Kenakalan remaja juga dapat muncul karena pengaruh media. Anak remaja sering mengisi waktu kosongnya dengan membaca bacaan-bacaan yang tidak baik seperti novel-novel yang berbau cabul, dan komik-komik porno, maka hal ini sangat berbahaya sebab akan mengancam perkembangan jiwa anak dan mendorong mereka ke arah negatif dan menghalang mereka untuk beramal saleh. Sangat disayangkan bukan?
Pada dasarnya kesesatan dan kejahatan yang dilakukan oleh remaja menjadi tanggungjawab semua anggota kelompok di masyarakat, karena penanganannya membuthkan peran aktif dari masing-masing individu di dalam masyarakat. Nah, sebagai generasi penerus, adik-adik yang masih punya sejuta impian, gunakanlah momentum dan peluang yang masih panjang ini untuk meraih cita-cita dan kesuksesan hari esokmu.


http://www.ccde.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=361:kenakalan-remaja-yang-galau&catid=3:bingkai&Itemid=4















2 komentar: